mercoledì 1 febbraio 2012

Kabut

Pagi ini berkabut. Tebal. Dingin. Mengingatkan aku akan kalian. Sejak rihlah itu, aku jadi amat menyukai kabut. Membawa suasana tenteram. Aku selalu merasa berada di sisi kalian. Situasinya memang berbeda. Ketika itu, kita baru merasa saling memiliki. Saat bebatuan, pepohonan, kebun teh, tanah basah, dan rintik hujan menjadi saksi perjalanan kita. Saat permainan 'malaikat-malakait' mengantar kita ke Singgasana. Saat itu, kakak-kakak menutup mata kita, dan memberi kita kejutan. Hamparan kebun teh. Plus kabutnya.
Aku juga masih ingat, saat kabut menyertai air mata dan pelukan kita. Aku harap kalian tahu, saat itulah aku jadi sangat menyukai kabut. Dan pagi ini, diantara perumahan—bukan perkebunan teh—kabut menghampiriku. Mengajakku kembali ke Singgasana.
Tapi ternyata, ia malah mengingatkan aku dengan hari kemarin. Dengan wajah-wajah kalian. Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres. Aku tidak sanggup bertanya. Tapi aku tidak tahan juga dengan keadaan ini. Aku tidak tega melihat kalian seperti ini. Kesekian kalinya, aku menghela napas. Berat. Harus bagaimana?
Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan lebih dari ini.

Nessun commento:

Posta un commento